🦫 Resensi Novel Dua Garis Biru

ResensiBuku: Dua Garis Biru. Republika.co.id. REPUBLIKA.ID. Ihram. RepJabar.co.id. RepJogja. Retizen. Judul: Dua Garis Biru Pengarang: Lucia Priandarini dan Gina S. Noer Tahun 2019 ia berkolaborasi dengan Gina untuk menulis novel adaptasi film â Dua Garis Biruâ . Buku ini membawa sebuah cerita tentang bagaimana jika sebuah hubungan Berikutbeberapa nilai-nilai moral yang dapat kita ambil dari film Dua Garis Biru : Advertisement. 1. Sebaik apapun citra sebuah keluarga dan sebaik apapun didikan orang tua terhadap anaknya, bukan jaminan anak untuk tidak melakukan seks di luar nikah. citra keluarga yang baik belum tentu anaknya mengikuti via https://www.hipwee.com. AssalamualaikumNama AA MaulanaKelas: XI Mipa 5Di video ini yaitu tentang meresensi sebuah buku novel yang berjudul dua garis biru dan juga isi, kelebihan, k NovelDua Garis Biru Bacaan yang Ringan dan Mengedukasi. Novel yang ditulis oleh Lucia Priandarini yang diadaptasi dari naskah sekenario Dua Garis Biru oleh Gina. S Noer sangat enak dinikmati. Halamannya juga tidak banyak, dan dibaca sekali duduk. Konfliknya besar memang, tetapi alur penyelesaiannya membuat saya ingin lekas selesai membaca. ResensiNovel Dua Garis Biru. Oktober 06, 2019. DUA GARIS BIRU Judul: Dua Garis Biru Pengarang: Lucia Priandarini dan Gina S. Noer Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tahun: 2019 Jumlah: 208 halaman Via @gramediadigital Novel ini diadaptasi dari naskah skenario yang ditulis oleh Gina S. Noer dan difilmkan dengan judul yang sama. Meskipunbegitu, saya merasa jalannya novel ini terasa sangat cepat. Yah, Dua Garis Biru hanya setebal 208 halaman saja. Saya baca sebentar, masuk klimaks, eh kok sudah selesai aja. Andai saja kehidupan Dara dan Bima selepas mereka memutuskan untuk bersama lebih digali lagi, menurut saya akan lebih menarik. TEMPOCO, Jakarta - Dalam film Dua Garis Biru, Dara dan Bima adalah dua tokoh utama kita. Pasangan ini tipikal dua remaja yang jatuh cinta pada umumnya. Ke mana-mana bersama, saling membela, dan tak ragu menunjukkan perhatian di depan teman-temannya. Ajakan Dara kepada Bima untuk ikut pulang ke rumahnya pada suatu hari, menjadi titik mula digunakanadalah novel Dua Garis Biru karya Lucia Priandarini dan Gina S. Noer dengan menggunakan teknik pengumpulan data secara baca, dokumentasi dan catat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil ekranisasi novel ke bentuk film Dua Garis Biru menggunakan kajian ekranisasi, dihasilkan tujuh puluh lima data dan sembilan belas gambar. DuaGaris Biru menceritakan pentingnya pendidikan seks terutama bahaya akan seks bebas. Dalam film yang dirilis pada 2019 lalu ini juga menjelaskan realitas pernikahan dini yang masih dianggap tabu sebagian kalangan masyarakat Indonesia. Pemain film Dua Garis Biru Angga Yunanda, Zara JKT 48, dan Rachel Amanda berpose saat berkunjung di kantor HoFA. Sinopsis Novel Dua Garis Biru. Usai melahirkan, anak dari teman kakaknya itu tak diakui anak oleh ibu yang melahirkannya. Noer dan difilmkan dengan judul yang Novel Dua Garis Biru - Lifestyle from saja kehidupan dara dan bima selepas mereka memutuskan untuk bersama lebih digali lagi, menurut saya akan lebih menarik. Film dua garis biru sudah meraih lebih dari dua juta penonton selama tayang di bioskop. Posted by santoso 17 august 2021 Film Ini Diambil Dari Pengalaman Pribadi garapan sutradara gina s. Saya baca sebentar, masuk klimaks, eh kok sudah selesai aja. Tetapi perbedaan justru membuat keduanya bahagia menciptakan dunia mereka Ini Namanya Sudah Malang Melintang Di Banyak Film Sebagai Penulis dan difilmkan dengan judul yang sama. Film dua garis biru sudah meraih lebih dari dua juta penonton selama tayang di bioskop. Dua garis biru bukan film yang banyak Priandarini Dan Gina sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya. Dunia tidak sempurna tempat mereka. 208 halaman via gramediadigital novel ini diadaptasi dari naskah skenario yang ditulis oleh gina Garis Biru Mengisahkan Tentang Perjalanan Cinta Sepasang Remaja Belia, Dara Yang Diperankan Oleh Adhisty Zara Atau Yang Lebih Populer Dengan Nama Zara Jkt48 Dan Bima Yang Diperankan Oleh Aktor, Angga Aldi ziudith menjadi pemeran utama. Bekerja sama dengan pihak falcon pictures, film ini mengambil kisah dari novel dengan judul yang sama, yang ditulis oleh nadia seassi roesdiono. Sinopsis novel sunda asmara ngambah Dua Garis Biru Hanya Setebal 208 Halaman educational value of the novel “dua garis biru” by lucia priandarini. Sinopsis film dua garis biru yang diperankan zara jkt48. Film ini merupakan program original dari klik film. Jakarta - Dalam film Dua Garis Biru, Dara dan Bima adalah dua tokoh utama kita. Pasangan ini tipikal dua remaja yang jatuh cinta pada umumnya. Ke mana-mana bersama, saling membela, dan tak ragu menunjukkan perhatian di depan teman-temannya. Ajakan Dara kepada Bima untuk ikut pulang ke rumahnya pada suatu hari, menjadi titik mula petaka mereka berdua dan hamil. Kemesraan yang biasanya ditunjukkan sehari-hari di sekolah perlahan pudar. Dua sejoli ini masih menyembunyikan hal tersebut sampai akhirnya, rahasia tak bisa lagi dikubur. Kekagetan dan kekecewaan luar biasa hadir dari orang tua keduanya. Dara, lahir dari keluarga cukup berada. Ibunya, Rika Lulu Tobing wanita karier yang begitu perfeksionis dan sudah menyiapkan segala hal bagi anaknya serta seorang ayah pebisnis. Lain dengan Bima yang berasal dari keluarga sederhana. Ibunya penjual pecel Cut Mini, bapaknya pensiunan, mereka tinggal di perkampungan yang jauh dari gedung-gedung tinggi di para orang tua menghadapi masalah ini pun berbeda. Keluarga Bima boleh dibilang cukup religius. Perbuatan yang dilakukan Bima disebut sebagai dosa. Cukup butuh waktu bagi sang ibu untuk akhirnya bisa lebih tenang dan memahami, apa yang terjadi pada anak bungsunya itu tetap saja ada kesalahan dari bagaimana ia berkomunikasi dengan anaknya. Setidaknya dialog-dialog itu hadir dan menghangatkan. Sebuah kontemplasi, bukan diisi khotbah dan pertobatan dengan pihak keluarga Dara. Mengetahui putri sulungnya yang cerdas dengan sejuta mimpi itu hamil, seketika bayangan itu runtuh lantaran membayangkan kehamilan sontak merusak masa perbedaan kelas ini pula muncul bagaimana penentuan keputusan hadir. Bagaimana satu persatu keputusan yang diambil bermula dari luapan emosi, perlahan digiring untuk membuka pintu dialog yang lebih lebar dan Dara dan Bima mengingatkan kita pada Juno 2007, gadis SMA pecinta musik rock yang positif hamil. Juno juga bukan remaja yang sembarangan dalam bergaul. Namun, tentu saja Dara dan Juno dua remaja berbeda mengingat banyak unsur yang melekat dalam kultur keduanya. Tapi bagaimana Dara dan Juno mencoba menerima perubahan fisik, menghadapi segala persoalan dalam kondisi hamil, tanpa keluhan adalah luar Dara mempertahankan kehamilannya membuat dirinya harus berhenti dari sekolah. Kritik ini pun disampaikan Gina lewat pernyataan keras Rika kepada pihak sekolah mengapa hanya putrinya yang bisa dapat sangsi sedangkan anak laki-laki masih bisa melanjutkan sekolah. Dalam film ini tak begitu ditunjukkan bagaimana kehamilan seorang remaja mengundang sinis atau perbincangan miring di lingkungan mengemas kisah Dara dan Bima bukan sebagai tragedi. Drama keluarga ini diramu kental dengan nuansa keseharian. Kritik-kritik sosial pun diluncurkan demikian halus dari berbagai dialog juga adegan-adegan, serta beberapa analogi. Kepolosan dan cara Dara serta Bima mencoba lebih dewasa dengan naifnya menghadapi masalah mereka terasa natural—sebagaimana cara berpikir anak SMA. Bima yang dasarnya tak terlalu pandai—berkebaikan dari Dara—juga kerap menunjukkan kenaifannya di depan banyak orang. Termasuk soal penafsirannya terhadap makna dua garis sinilah Ginatri S. Noer atau Gina S. Noer menyajikan sebuah cerita. Gina menyodorkan sebuah masalah dan juga menawarkan cara. Betapa anak remaja melakukan kesalahan yang cukup fatal, orang tua tetap punya peran penting. Bukan lantas menyalahkan dan merutuki bencana. Gina menjalin cerita yang begitu solid hingga yang sudah kuat tersampaikan dengan baik lewat peran para aktor muda dan senior yang luar biasa. Sebut saja Adhisty Zara, Angga Yunanda, Cut Mini Theo, Arswendy Bening Swara, Dwi Sasono, Lulu Tobing, Rachel Amanda, dan Maisha Kanna. Dua Garis Biru adalah debut Gina sebagai sutradara. Selama ini namanya sudah malang melintang di banyak film sebagai penulis cerita. Dua Garis Biru menjadi sebuah film remaja-keluarga yang menggedor orang tua untuk tak menutup pintu dari masalah anak-anak Garis BiruSutradara Gina S. NoerProduksi Wahana Kreator, StarvisionPenulis Gina S. NoerPemain Adhisty Zara Zara JKT48, Angga Yunanda, Cut Mini Theo, Arswendy Bening Swara, Dwi Sasono, Lulu Tobing, Maisha Kanna, Rachel Amanda, Asri WelasDurasi 113 menitKlasifikasi LSF 13+Rilis di bioskop 11 Juli 2019 Resensi Novel Dua Garis Biru DUA GARIS BIRU Judul Dua Garis Biru Pengarang Lucia Priandarini dan Gina S. Noer Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun 2019 Jumlah 208 halaman Via gramediadigital Novel ini diadaptasi dari naskah skenario yang ditulis oleh Gina S. Noer dan difilmkan dengan judul yang sama. Berangkat dari rasa penasaranku pada film ini, aku baca novelnya. Yang membuat penasaran adalah mengapa film ini begitu kontroversial? Banyak yang bilang menjerumuskan? Benarkah? Berhubung saya belum menonton filmnya, saya hanya akan mereview novelnya. Novel ini bercerita tentang sepasang kekasih, Bima dan Dara. Dari segi penamaan, penulis menyelipkan bahwa di sekolah pasti selalu ada Bima’ laki-laki yang bandel dan Dara’ perempuan yang cerdas. Keduanya sedang kasmaran. Saking kasmarannya, mereka malah melanggar batas dan membuat Dara hamil. Yang melanggar akan dihukum bukan? Begitu juga dengan Bima dan Dara di novel ini. Mereka mendapat sanksi sosial, mulai dari DO, dibicarakan tetangga Bima, disindir, bahkan dibuang oleh keluarga sendiri. Rencana Dara kuliah di Korea pun kandas. Menjelang akhir cerita, saya dibuat bingung siapa yang akan mengasuh Adam. Karena ada tarik ulur antara mau diberikan pada tantenya Dara atau akan diurus oleh Dara-Bima. Dan akhir ceritanya cukup mengejutkan dan membuat pikiran saya bekerja untuk melanjutkan ceritanya. Mengenai kesalahan Bima dan Dara memang besar, tapi novel ini tidak terkesan menggurui dan mengatakan bahwa mereka salah. Tapi penulis justru mendeskripsikan apa yang terjadi, kekecewaan keluarga, bahkan sampai perasaan bersalah mereka. Sampai pembaca yang menyimpulkan sendiri, “Wah, emang gak bener.” Kalau kata dosen Bapak Aprinus Salam, jika menulis sesuatu dengan menyelipkan perasaan kita sebagai penulis itu tandanya masih harus belajar. Justru kalau hasil tulisan itu membuat pembaca juga merasakan hal yang sama dan benar-benar berdecak kagum atau kesal, itu baru berhasil. Dan, kupikir novel ini berhasil membuat pembaca memetik pelajarannya. Kembali ke persoalan menjerumuskan, apakah novel ini demikian? Kupikir tidak. Karena penulis menuliskan cerita yang bersifat kausalitas ada hubungan sebab akibat. Karena fungsi sastra juga sebagai media pembelajaran. Novel ini kurekomendasikan untuk para remaja, apalagi yang pacaran. Perlu diingat bahwa cinta itu menjaga, bukan untuk merusak. Tidak mau kan rencana yang sudah kalian susun menjadi berantakan?

resensi novel dua garis biru